CERPEN SERIES -TENTANG BULAN-
JANUARI
Written By : Dianathalie Julianthy
Sebelumnya Dira percaya dengan yang namanya takdir, dia percaya manusia bisa jatuh cinta karena ditakdirkan bersama. Takdir itu sudah ada alur ceritanya, dan happy endingnya. Hingga akhirnya, seorang manusia sudah membuat sebuah takdir terdengar mustahil di hidupnya. Manusia itu dan Dira bertemu disebuah acara resmi yang diadakan pemerintah kota. Dira menjadi pembawa acara sore itu, setelah selesai dengan beberapa pidato dari para petinggi kota, Dira yang lapar berniat menghampiri temannya, Hana yang ada dimeja makan.
Sebelum sampai menghampiri Hana, tubuh Dira bertubrukan dengan seorang lelaki. Tanpa melihat paras lelaki itu, Dira sibuk meminta maaf dan meraih handphone milik lelaki itu yang tergeletak di lantai, dengan layar yang terlihat retak. Lelaki itu meminta maaf kembali karena tak memperhatikan jalan dengan baik.
Ketika kedua iris mata manusia itupun bertemu. Dira menghitung 3 detik untuk menyadari ia jatuh cinta pada lelaki yang tengah tersenyum melihatnya. Masih menatap dengan kagum, lelaki itu memecah pandangan Dira.
“Ibu? Sekali lagi saya minta maaf..” kata lelaki itu. Dira mengerjapkan matanya untuk mengembalikan fokusnya.
“Oh, ya.. tak apa.. saya yang harusnya minta maaf, ya.” kata Dira.
“Terimakasih, kalau gitu saya permisi..” kata lelaki itu.
Dira yang tak ingin lelaki itu pergi dari pandangannya, segera menoleh dan menarik lengannya, membuat lelaki itu melihatnya kembali.
“Handphone bapak bagaimana? Saya harus bertanggung jawab memperbaikinya.” Kata Dira.
“Tidak usah. Terimakasih..”
“Tapi, saya nanti kepikiran terus pak, saya berikan ganti ruginya..”
“Tidak perlu, bu.. Saya akan perbaiki sendiri..”
“Tapi..”
“Ya sudah, kalau Ibu bersedia memperbaiki..” kata lelaki itu, sambil mengambil dompet dari kantong celananya, lalu mengeluarkan selembar kartu namanya. “Hubungi kemari, saya permisi..”
Tanpa bisa membalas kata terakhir, Dira hanya mengangguk menerima kartu nama itu, lalu melihat lelaki bertubuh tinggi itu pergi.
“Namanya Gillan.” gumam Dira setelah membaca satu kata pada kartu nama yang di pegangnya, “Namaku Dira, kenalan aja nggak sempat.” gumamnya lagi.
Dira kembali ke tujuan awalnya ingin menghampiri Hana, kedua gadis itu menikmati makanan dengan santai, sementara Dira masih memikirkan Gillan.
Kesesokan harinya, Dira tak bisa berkonsentrasi dengan skripnya, yang akan dia bawakan dua jam lagi di ruang siaran radio. Berkali-kali ia meragu untuk menelfon nomer Gillan. Ia hanya mau bertemu lelaki itu kembali, dan sekedar berkenalan. Nyatanya, Dira tak bisa melaksanakan keinginannya itu, iapun menundanya.
Selesai siaran, Dira memutuskan untuk mencari makan siang diluar kantin kantor, seorang diri. Siapa sangka ia akan bertemu dengan lelaki yang ia ingin hubungi sejak tadi malam. Dira dan Gillan berpapasan di ATM tak jauh dari kantor Dira.
“Pak Gillan?” tegur Dira menyadari Gillan ada di dalam ATM bersamanya.
“Iya? Siapa?” tanya Gillan, awalnya binggung, kemudian ia ingat siapa yang menyapannya, “Ibu yang jadi MC semalam?”
“Iya.. kebetulan banget ya pak, ketemu disini..” kata Dira malu-malu.
“Iya.. Saya mau makan siang..” kata Gillan.
“Hm, saya juga pak..”
“Oh, sekalian dengan saya saja..”
Dira tak menyangka lelaki itu akan mengajaknya. Ia sangat senang sampai tak bisa menyembunyikan senyumnya.
“Oya, maaf kita belum kenalan dengan benar. Saya Dirandra.. jangan panggil ibu..” kata Dira mengulurkan tangannya.
“Oh ya, baiklah. Saya Gillan.. akan saya panggil Mba Dira.” kata Gillan membalas uluran tangan Dira.
“Iya, terimakasih pak..”
“P-pak?” Gillan tertawa kecil.
“Hehe ya, harus Mas Gillan?”
Keduanya tertawa. Kedua manusia itu mencari restoran untuk makan siang. Sembari menikmati makan siang, Dira menyinggung tentang handphone milik Gillan, lelaki itu belum memperbaikinya. Dira meminta agar mereka memperbaikinya setelah makan siang ini. Sejak handphone itu kembali membuat mereka pulang makan siang bersama, Gillan memutuskan untuk menyimpan nomer Dira.
“Nanti kalau layar handphone saya retak lagi, Mba Dira tanggung jawab..” kata Gillan bercanda.
“Ya, saya siap aja buat tanggung jawab..” kata Dira.
Dira diantar dengan selamat hingga ke kantornya. Malam hari tak segan lagi Dira menghubungi Gillan untuk pertama kalinya, mereka nelfonan hampir 2 jam membahas pertemuan mereka malam kemarin.
Gillan sebenarnya buru-buru karena ada masalah di kantornya, sedangkan Dira lapar sekali setelah nge-MC malam itu, akhirnya buru-buru mendatangi meja makan yang dimana Hana tengah menunggunya. Kedua insan itu tertawa dengan penjelasn mereka masing-masing.
Obrolan mereka berlanjut membahas tentang diri mereka sendiri, hingga Dira tahu jika Gillan adalah seorang pengacara dan lelaki itu benci dengan aroma jeruk, lelaki itu menyukai bunyi hujan, lelaki itu menyukai Dira. Begitu terkejut Dira mendengar pernyataan itu, dia ingin sekali mengatakan hal yang sama sejak mata mereka bertemu, tapi dia tak mau se-gegabah itu, nyatanya Gillan mendahuluinya.
“Besok malam, free? Makan malam bareng?” ajak Gillan, Dira mengangguk walaupun tak dilihat lelaki itu, “Ya, mau.”
Makan siang pertama kali, ungkapan suka pertama kali, makan malam pertama, nonton pertama kali, mengunjungi kantor satu sama lain pertama kali, hingga kegiatan-kegiatan itu berulang-ulang hingga berjalan satu tahun.
---
Kini. Dira tengah duduk termenung di depan cermin riasnya, di kamar. Dia sudah mandi, sudah memoles makeup natural di wajahnya, rambutnya ia tata dengan rapih, dia tersenyum datar melihat pantulan dirinya. Ada hal yang membuatnya menghentikan aktifitasnya saat ini, ada perasaan gugup, takut, dan senang menjadi satu detik itu juga setelah dia menerima pesan dari Gillan, dua baris chat di ruang obrolan mereka yang setahun ini penuh dengan hal-hal romantis yang menyenangkan.
Dira menyadari dan mengakui selama ini dia dan Gillan begitu dekat, saling melengkapi satu sama lain, saling menghibur satu sama lain, saling memahami satu sama lain, mungkin tidak.. Dira tidak mampu memahami jalan pikiran Gillan selama ini, terutama hati lelaki itu, karena satupun kata untuk Dira menjadi milik lelaki itu tak pernah didengar Dira.
Pesan yang baru saja ia lihat membuatnya kalut, isinya membuat ia takut.
“Happy New Year, Dira..”
“Ayo.. kita akhiri tahun ini..”
Dering handphone Dira mengaketkannya, segera diangkatnya telfon itu, Gillan menelfonnya karena Dira tak membalas pesannya.
“Udah siap belum?” tanyanya begitu Dira menganggkat.
“Kamu udah dimana?” tanya Dira balik.
Bunyi klakson mobil megejutkan Dira, gadis itu berdiri dan melihat keluar jendela kamarnya, di balik pagar ada mobil Gillan terparkir.
“Depan rumah kamu. Ayok.. cepetan.”
Dira tersenyum melihat Gillan dari balik jendela kamarnya, segera ia mengambil swaternya dan tas jinjingnya. Gillan akan mengajaknya ke puncak kota malam ini untuk menyaksikan pertunjukkan kembang api, pergantian tahun. Gillan mengelus rambut Dira setiba gadis itu di depannya, lalu membiarkan gadis itu masuk ke dalam mobilnya.
Setengah jam perjalanan menuju ke tempat tujuan, membuat Dira menyadari ada yang membuatnya tak nyaman di dalam mobil Gillan. Bangku mobil ini agak dekat dengan dasbor mobil, karena kaki jenjang Dira terlalu menekuk. Saat masuk pertama kali, aroma vanilli memenuhi mobil, Gillan tidak mengenakan parfum seperti ini, Gillan juga tak suka memakai pewangi mobil.
Hal yang membuatnya tak nyaman berikutnya adalah 3D Emoticon Figure berwarna kuning yang menunjukkan giginya, yang dibelikan Dira beberapa bulan lalu harusnya tak ada noda. Tapi, di gigi figure bergoyang itu ada coretan merah, Dira rasa itu adalah lipstik.
Karena sedari tadi ia penasaran dengan noda itu, telunjuknya mulai mencolek pelan noda itu, benar, noda itu adalah lipstik matte merah. Gillan melihat heran tingkah Dira, yang sedari tadi risih di sampingnya.
“Kenapa Di?” kata Gillan, ia fokus menyetir sesekali melihat Dira.
“Ada orang lain ya yang duduk disini hari ini?” tanya Dira, sambil meraih tisu untuk membersihkan telunjuknya.
“Iya ada. Bu Sarah, asistenku dikantor.” jawabnya, tanpa melihat Dira.
Kedua alis Dira menyatu mendengar nama itu, setahun kenal dengan Gillan, nama itu belum pernah di dengarnya.
“Asisten baru aku, Di. Baru masuk hari ini..” kata Gillan.
Dira mengangguk menerima penjelasan Gillan, lelaki itu menoleh ke samping lalu tersenyum, mengulurkan tangannya ke kepala Dira untuk mengelus rambut gadis itu. Keduanya tiba di puncak kota, menyaksikan pertunjukkan kembang api, sambil menikmati jagung bakar manis. Namun, pikiran Dira berjalan. Aroma vanilli tadi membuatnya tak tenang, kemudian ada aroma baru yang membuatnya lebih tak tenang, aroma mint dari tisu yang ia kenakan sebelumnya.
“Gillan..” panggil Dira melihat ke sampingnya, Gillan sibuk menikmati jagung bakar yang sebentar lagi habis.
“Emh..” karena masih mengunyah, hanya deheman Gillan saja yang menjawab.
“Kita udah setahun dekat.. Kita bisa ke hubungan serius?”
Uhhukkk! “Maksud kamu?”
“Yaa.. kita udah ditakdirkan untuk bersama sampai hari ini kan? Kita bisa..”
“Takdir?”
“Iya takdir..”
“Dira.. aku mau menikmati malam ini dengan tenang.”
“Kamu rasa aku menganggu?”
“Bukan itu maksudku… kita jangan bahas apa-apa malam ini, ya?”
“Tapi aku mau semuanya jelas..”
Gillan menaruh pelan jagung bakar yang telah habis, lalu mengelap bibirnya dengan tisu. Hempasan nafas kasar terdengar oleh Dira, kening gadis itu mengerut. Gillan merubah posisi duduknya menghadap Dira. Lalu menggenggam jemari gadis itu dengan lembut.
“Dira.. kamu jangan lupakan satu hal.”
“Apa?”
“Aku tidak percaya takdir, dan apapun yang terjadi hingga hari ini sudah cukup jelas, kamu dan aku ada sampai hari ini, menikmati semua waktu ini, itu semua karena sebuah kebetulan, jangan menyebutnya takdir.”
Dira mengerutkan keningnya, dia ingin menyela, tapi ia memilih untuk mendengar Gillan.
“Jika kita ditakdirkan bersama, menurutmu kenapa kita masih seperti ini? Menurutmu, kenapa aku hanya diam ketika kamu ribuan kali membahas hubungan serius denganku? Menurutmu, kenapa aku tidak membuatmu menjadi milikku? karena semuanya hanya kebetulan.”
“Kebetulan kita ketemu malam itu, kebetulan banget siang itu kita ketemu di ATM, kebetulan banget malam itu aku nyaman nelfonan sama kamu, kebetulan banget aku jadi suka sama kamu. Kebetulan banget aku kebawa suasana di bioskop akhirnya bisa cium pipi kamu. Tapi, pernah nggak kebetulan kamu sadar, kalau sampai sekarang aku gak pernah ucapkan kata ‘suka’ atau ‘sayang’ ke kamu?”
Dira masih mendengarkan, kepalanya sibuk mengingat kejadian selama setahun yang sudah ia lalui bersama lelaki yang ia sayangi ini. Mendengar Gillan membuatnya menyadari sesuatu, Gillan memang tidak pernah mengatakan apapun mengenai perasaannya, pertama kali ia mengatakan menyukai Dira, memang itu adalah kata terakhir, yang bisa Dira ingat.
“Aku mau berhenti membuat semuanya ini terasa seperti takdir, karena aku nggak bisa memenuhi ekspektasi kamu, aku mau berjalan seperti ini sampai kapanpun..”
“Seperti ini? Tanpa kejelasan seperti ini Lan?”
“Dira.. jangan minta kejelasan apapun lagi.”
“Oke, oke.. jawab aku dengan satu kali tarikan nafas.”
“Apa?”
“Kamu sayang sama aku?”
Siapa sih lelaki di dunia ini yang berfikir panjang hanya untuk menjawab pertanyaan simple seperti yang ditanyakan Dira. Ini pertama kali Dira memberanikan diri untuk bertanya perasaan lelaki itu. Dan Gillan malah berfikir panjang untuk menjawabnya, batin Dira berusaha meminta agar jawaban itu membuatnya senang. Nyatanya, Gillan tak menjawab.
“Kenapa kamu nggak bisa jawab? Aku selama ini menerka-nerka, kamu sayang ke aku, tapi nggak mampu bilang. Kamu sayang ke aku, makanya semua kenyamaman dan kasih sayang itu terbukti nyata kamu tunjukkan ke aku. Tapi kenapa sih? Aku ngotot banget mau dengar langsung dari kamu?”
Gillan menunduk, jemarinya masih memegangi jemari Dira, kali ini jemarinya menggenggam erat. Dira yang merasakan genggaman itu, perlahan menangis.
“Apa ada, seseorang yang kamu jaga perasaannya selama ini, Lan?” tanya Dira.
Gillan mengangguk dibalik tunduknya. Dira menyesal tak bertanya selama ini, lalu kenapa dia bertanya sekarang, sedangkan ia tak ingin jawaban itu menyakitinya.
“Kita bertemu karena takdir, Lan.” Kata Dira, Gillan mengangkat pandangannya melihat Dira yang menangis, lalu jemarinya dengan pelan mengusap lembut pipi Dira, “Takdir buruk, Lan.” kata Dira menurunkan tangan Gillan.
“Maaf Di, aku terlalu takut, nanti aku kehilangan teman.” kata Gillan.
Malam tahun baru itu berlangsung singkat sekali, Dira meminta Gillan mengantarnya pulang setelah tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka. Dira berpamitan seperti biasa pada Gillan, bedanya tak ada lambaian tangan dan senyuman untuk Gillan hari itu. Jarak tak berujung tercipta diantara mereka karena Dira yang masih tak percaya dengan hal yang ia alami. Gillan akhirnya harus kehilangan teman.
Siapa yang tahu, Dira diperhadapkan dengan kisah yang sama sekali lagi setelah dua tahun berlalu, bertubrukan pertama kali, berkenalan pertama kali, semuanya seperti alur cerita yang sama, yang ia lalui untuk kedua kalinya dengan orang yang berbeda. Dira memutuskan untuk tidak percaya takdir seperti yang dibicarakan Edy pada dira saat ini, ditengah pertunjukkan kembang api malam tahun baru.
“Aku nggak percaya takdir, nggak ada yang ditakdirkan di dunia ini. Semuanya hanya berjalan sesuai skenario kehidupanku. Jadi tolong, jangan menyebut pertemuan kita takdir.” kata Dira sambil fokus melihat kelangit yang dipenuhi kembang api tanpa Edy yang duduk disampingnya.
“Lalu bisa kebetulan jika aku ingin memiliki hubungan serius denganmu?” Tanya Edy, akhirnya Dira menurunkan pandangannya melihat ke samping.
“Kamu nggak takut aku tolak?”
Edy menggeleng, “Kali ini ikuti kata hatimu, Dira…”
“Kata hatiku.. aku mungkin harus berhenti percaya pada takdir, dan melewati takdir menyedihkan ini. Aku harus percaya dengan keadaan saat ini, dengan apa yang kurasakan.”
“Kalau aku takdir itu, kamu akan berhenti percaya dan melewatiku?”
Dira menggeleng sambil tertawa kecil, lalu perlahan mengecup lembut pipi Edy, membuat lelaki itu terkejut, “Aku akan menganggapmu sebagai sebuah kebetulan yang indah.. Terimakasih telah menjaga keindahan itu.”
---
Hai-Hai readers..!!
Aku bawakan Cerita Pendek TENTANG BULAN : JANUARI. Dannn.. akan ada beberapa judul bulan yang akan menyusul.. so.. ya... kuharap Certa Pendek Series 'Tentang Bulan' ini tidak membosakan ya..
Terimakasih telah berkunjung dan membaca tulisanku..
NO COPY PASTE!!
Komentar
Posting Komentar