CERITA PENDEK


DESIRE


Written by : Dianathalie Julianthy


Ini tentang sebuah permintaan hati yang membuat cinta, kesedihan, kebimbangan, keegoisan, hingga kebahagiaan datang..


“Erin.. Kakak minta maaf sebelumnya, Kakak punya permintaan.” Kak Jeni tertunduk lemah seraya mengusap jemarinya.

“Iyaa Kak, apa?”
                Aku tahu permasalahan Kak Jeni saat ini, dia mencintai dua lelaki sekaligus. Dia sangat mencintai lelaki pertamanya, namun baginya lelaki kedua yang datang dihidupnya saat ini yang paling dia cintai.

“Kakak mohon, kamu dekati Reihan.”

Aku mengerutkan keningku tajam kali ini, ini permintaan yang berlebihan.

“Kakak tahu ini salah, tapi Kakak mohon dek, kali ini saja yaa.. buat dia menyukai kamu.”

“Kak! Erin udah cukup membuat Kak Reihan nggak curiga dengan perselingkuhan Kakak, kenapa sekarang malah minta aku dekati Kak Reihan sih? Pokoknya nggak!” kataku menolak permintaan konyol Kakakku kali ini.

                Ini sudah keterlaluan, aku bahkan sulit menemui Nugi karena kedekatanku dengan Kak Reihan. Ahh! Permintaan Kak Jeni harus kutolak kali ini.

“Kakak mohon dek, Kakak mencintai Reihan, maka dari itu Kakak nggak rela kalau Reihan sakit hati dan malah pergi dengan perempuan lain, Kakak hanya mau jika perempuan itu adalah kamu Er..”

Aku menggeleng tanpa mau menatap Kakak. “Kamu sayang Kakak kan?” pertanyaan ini, pertanyaan paling meluluhkan sedunia, dan pertanyaan inilah yang membuatku mengangguk.

“Kakak mohon...” pinta Kak Jeni, dia mengenggam erat pergelangan tanganku.

                Haruskah permohonan Kakak kali ini kuterima, dan jika aku mendekati Kak Reihan dan lelaki itu menyukaiku, apakah aku harus menyukai dia? Dia bahkan bukan tipeku, aku hanya menyukai Nugi.

“Baiklah.”

“Makasih dek..”

“Sampai kapan?”

“Maksudnya?”

“Yaa, sampai kapan aku ngedekatin Kak Reihan?”

“Sampai dia mencintai kamu.”


Chapter 1.
                Aku bahkan masih memikirkan permintaan Kak Jeni seminggu yang lalu, aku berakhir memikirkan permintaan itu sambil menutup wajahku dengan boneka teddy bear besar berwarna cokelat pemberian Nugi setahun lalu. Akh! Aku bahkan malu untuk ngajak Nugi hangout karena aku punya tugas untuk sering menghubungi Kak Reihan.

                Kemarin saat Kak Delon datang ke rumah ini untuk mengajak Kakakku jalan, Kak Jeni panik dan langsung memintaku menghubungi Kak Reihan, agar mengajak lelaki itu jalan-jalan juga. Kata Kakak “Kalau Kakak jalan sama Delon, kamu juga harus jalan sama Reihan ya, bagi Kakak, kalau kamu ngajakin Reihan jalan, hati Kakak tenang..”. ‘tenang’ ya?

                Alhasil aku jalan sama Kak Reihan dengan alasan membawaku ke kafe untuk mencari inspirasi agar bisa menulis novelku. Wah! Parah, aku tidak bisa menemukan titik keasyikan jika bersama Kak Reihan, lelaki pendiam dengan senyuman manis itu membuatku jadi sedikit kecewa dengan Kak  Jeni, kenapa dia menduakan lelaki manis dan dermawan seperti Kak Reihan, lelaki ini bahkan sudah mapan, hmm.. nggak ada bedanya sih sama pacar barunya Kakak. Tapi, kesempurnaan Kak Reihan kenapa disia-siakan oleh Kak Jeni?

Ohh… aku tahu, kenapa Kak Jeni memintaku mendekati Kak Reihan, agar kesempurnaan lelaki itu tetap ada dilingkar hidupnya. Dasar Kakak serakah. Aku tidak bisa marah atau membuat Kakak kecewa, aku harus memenuhi keinginan Kakak. Pertanyaanku adalah, kalau Kak Reihan menyukaiku, apa kami akan pacaran? Menikah? Lalu Kak Jeni? Dia bisa datang ke rumah kami dan berbincang masa lalu? Ahahaha! Pikiran konyol! Pergi-pergi! Syuhhh!

Ponselku berdering, jam 9 malam. Nugi selalu menelfonku jam segini.

“Hallo.. Nugi..”

“Aku mau nanya Er..”

“Iyaa tanya aja?”

                Dia mau nanya apa nih, kok aku jadi penasaran plus gugup gini sih..

“Kamu udah punya pacar ya?”

                Hah! Dia..

“Nggak kok..”

“Ohh, kupikir ada..”

                Aku menggigit bibir bawahku, ada sedikit ketakutan dihatiku.

“Kenapa Nugi?”

“Ahh ini, aku mau ajakin kamu jalan besok, bareng Werf..”

“Oh. Bisa-bisa.. terus hubungannya nanyain aku ada pacar apa nggak apa?”

“Ohh itu.. Werf bawa pasangan masing-masing besok..”

                Dan aku jadi pasanganmu?! Asiknyaaaa!!!!

“Aku bawa Dela, jadi aku nanya seperti itu tadi, khawatir jika kamu hanya sendirian besok.”

                Wah!

“Ohh yaa. Oke.”

                Telfon kumatikan secara sepihak, belum sempat kupikirkan umpatan yang akan keluar dari mulutku, Fanny menelfon..

Big news! Gila! Kelamaan pedekate kamu ditikung Er!” suara Fanny memenuhi gedang telingaku.

“I know Fan..”

“You know who is?”

“Yup, she’s Dela.”

“Asli! Kamu lihat dipostingan Ins-nya Nugi ya?”

“Ins? Nggak, barusan dia telfon.. ngasih tahu itu.”

“Wahh, ngaco! Cek Ins mu sekarang..”

                Kumatikan telfon Fanny, dan membuka Insku, aku harus menahan apapun saat melihat postingan Nugi. Terbuka foto itu dannnnnn…. Dia dan Dela pelukan dipinggir pantai ala-ala pre-wedd gitu? Hampir kubanting ponselku.

“Kak Jeni….!” Teriakku memanggil Kakak sambil menuju ke kamarnya.

“Apa sih dek?” Kak Jeni melepas headset dari telinganya.

“Nugi punya pacar! Ini salah Kakak! Salah Kakak semuanya!”

“Dek.. Kakak nggak ada urusan sama Nugi yang bukan siapa-siapa mu itu.”

“Kak!”

“Lagian kaliankan nggak jelas.”

“Tapi aku punya perasaan ke dia!”

“Dianya?”

                Damn. Aku terdiam melihat sendu foto Nugi dan Dela. Aku menutup kasar pintu kamar Kakak dan menuju ke kamarku. Menangis saja aku tak bisa, apa mungkin ini karena tidak adanya chemistry dalam hubungan kami? Ck! Dua tahun dekat dengannya, ditikung sama Dela yang baru lima bulan ini gabung di Werf. Bisa apa aku sekarang, mau menyatakan cinta? Gila!


Chapter 2.
                Siang tadi Fanny mengajakku jalan-jalan, jalan-jalan disini maksudnya adalah menemaninya belanja, masalahnya adalah dia begitu lama bertengger melihat heels yang terpajang di almari kaca di hadapan kami sekarang, dia bergumam dan sesekali menanyakan apakah sepatu itu pantas untuknya. Dengan desain itu.. aku mengangguk. Selesai berkutat dengan pilihannya, dia tidak jadi membeli heels cantik itu. Kami berdua berakhir di  cafĂ© coffee lantai 4 ini.

“Terus gimana nih perasaan kamu ke Nugi?” tanyanya, aku tahu dia pasti penasaran.

“Yaa, begitu. Mau diapa, toh kami juga sama-sama tidak memulai apapun.”

“Tapi menurutku, semua perlakuan Nugi ke kamu itu ada maksudnya loh.."

“Nggak ada apa-apa Fan, dia juga nggak pernah bilang suka atau nyatain apa-apa..”

“Lah, emang cinta butuh pernyataan?”

“Nggak juga sih.. jadi maksud kamu Nugi ada perasaan gitu ke aku?”

“I guess so.. dan bisa jadi dia macarin Dela karena ada yang berubah dari kamu.”

“Berubah dari aku?”

                Apa sih maksud perbincangan kami ini, aku jadi berharap benar dengan perasaan Nugi padaku dari perkataan Fanny.

“Coba deh kamu pikir, dua tahun ini dia udah setia banget sama kamu, dari awal kamu nyari kerjaan, sampai kamu dapat kerjaan, sampai dia naik jabatan di kantornya, dua tahun itu waktu lama Er.. dia bahkan selama dua tahun ini nggak dekatin siapa-siapa kecuali kamu.. sadar nggak sih kamu, kalau sebenarnya dia itu sayang sama kamu?”

“Iyaa~ sih..” kataku ragu-ragu, kalau kuingat kata-kata Fanny ada benarnya. “Lalu? Kenapa dia macarin Dela?”

“Ada yang berubah dari kamu, coba inget deh, kamu bikin salah apa ke dia?”

                Aku menggeleng, tak ada salah kok aku dengannya. Kurasa dia memang menyukai Della. Atau…

“Jangan bilang kalau.. Ini gara-gara kamu keseringan jalan sama pacarnya Kakak kamu.”

“Hmm. Masa sih gitu? Aku sama Kak Reihan nggak ada hubungan lebih kok, Kak Jeni Cuma minta aku gantiin posisi Kakak kalau lagi sibuk.” Gantiin posisi, ya? huh!

“Kayaknya kamu harus klarifikasi semuanya ke Nugi deh. Sebelum Nugi benaran sayang sama Dela. Itu cewek baru bentar aja hadir di hidup Nugi, dan itu nggak sebanding dengan dua tahunmu sama Nugi..”

                Fanny ada benarnya, aku harus jelaskan kesalahpahaman ini ke Nugi. Kuharap nggak terlambat untuk menjelaskan padanya.

“Iyaa, akan kucoba. Setelah itu? Aku nyatain perasaanku gitu?”

“Yaa, tergantung.. kalau kamu merasa harus mempertahankan perasaanmu ke dia, just do it Er..”


Chapter 3.

                Mempertahankan perasaan ya?

“Hallo Nugi.. sibuk nggak? Ngopi, yuk?” ajakku begitu Nugi mengangkat telfonku. Hening..

“Aku ada janji sama Dela, Er.. lain kali?”

“Ini penting Nugi..”

                Hening beberapa detik. Aku ragu dia akan menerima ajakanku kali ini, biasanya dia langsung semangat ketika kuajak jalan, kali ini ada jeda setelah ajakanku.

“Ohh.. oke, kujemput ya, Dela ternyata ada urusan.”

                Telfon kumatikan setelah kukatakan oke. Pukul 8 malam masih sore kok untuk ngajakin Nugi ngopi bareng. Dia datang, dan kurasa ada sedikit rasa canggung, apa aku yang menciptakan kecanggungan ini? Ataukah dia yang merasa canggung denganku?. Kami memesan dua macchiato latte, dan aku harus membuka pernyataanku sekarang.

“Nugi..”

“Ya, kamu mau ngomongin apa?”

“Hmm.. kalau menurutku ini penting dan menurumu tidak, aku minta maaf sebelumnya menganggumu..”

“Iyaa Er.. bilang aja..”

“Aku dan Kak Reihan itu cuma jalan aja kok, Kakakku minta tolong nemani Kak Reihan tiap Kak Reihan minta tolong, kamu tahukan Kak Jeni orangnya sibuk. Jadi aku sama Kak Reihan nggak ada apa-apa..”

                Ahh… gila aku.. aku begitu gugup mengatakan ini. Tatapan Nugi tak terbaca olehku, apa itu tatapan kecewa, terkejut, aneh, atau apa.. aku tidak bisa mengartikannya.

“Ohh.. aku pikir kalian pacaran.”

Aku menggeleng menjawabnya, “Lalu, untuk apa kamu ceritakan itu?” tanyannya.

Keningku mengerut, dia tak peka atau bagaimana? Ini untuk merubah perasaanmu padaku Nugi..

“Kalau itu untuk mengubah perasaanku sekarang, kurasa kamu sudah terlambat..” lanjutnya.

“Nugii..”

“Semenjak kamu sering menunda ajakanku, dan kadang aku lihat kamu dan pacar Kakakmu itu jalan bareng, saat itu juga Dela menjadi sesuatu bagiku.. dia awalnya menganggu sekali, tapi nyatanya yang kuinginkan darimu dia bisa berikan, yaitu waktunya, candanya, dan perhatiannya..”

“Nugii..”

“Aku tidak berani memulai karena kamu terlalu sempurna untuk menjadi pasanganku, aku sudah berusaha untuk menyatakan perasaanku, nyatanya tidak pernah bisa. Dan sekarang, Dela sudah menjadi bagian hidupku, aku mencintai dia, lebih dari  perasaanku padamu..”

“Nugii..”

                Air mata menutupi pengelihatanku, dan menetes begitu saja. Nugi pergi setelah dia benar-benar selesai mengucapkan segala yang ingin kudengar. Aku terdiam disini, kuhapus air mataku untuk memastikan aku tak akan menangis lagi. Namun sayangnya, aku masih mau menangis, dan seseorang terlintas dipikiranku, Kak Jeni. Ini salahnya! Aku berdiri dengan kasar, lalu menuju ke parkiran, dan menaiki motorku. Sampai di rumah, aku sudah mengumpulkan kemarahanku ini, dan ternyata tertahan oleh sosok Kak Reihan di ruang tamu, dia berdiri mematung menghadap Kak Jeni yang membelakangiku. Ekspresi wajah itu tak terbaca olehku, kenapa mereka?

“Rei.. kumohon..” suara lirih Kak Jeni terdengar, Kakak menangis?

“Haruskah kamu menyakiti aku begini? Apa kurangku?” Kak Reihan memegangi bahu Kakakku.
Kak Jeni menggeleng, “Maafkan aku Rei..”

                Kak Reihan melepas tangannya dari bahu Kak Jeni, dia melihatku sinis dari sana. Mata sembab ini berusaha membalas tatapannya. Kak Reihan melangkah mendekatiku.

“Kamu juga sama?” dia bertanya, kemudian berlalu begitu saja.

                Entah kenapa dadaku terasa sesak sekali mendengar perkataan itu mengoyakkan hati, aku tidak seperti Kak Jeni!

“Dek..” panggil Kak Jeni, entah kenapa panggilan itu membuatku marah. Kuabaikan, dan aku memilih untuk melewati Kak Jeni begitu saja.


Chapter 4.

                Seharian ini membosankan, kerjaanku hari ini hanya memfotocopy dokumen-dokumen bahan rapat hari ini, dan mengarsipkannya. Atasan di kantorku hari ini sedang tak baik, buktinya pegawai sekantor tak ditegurnya hingga pulang kerja. Ponselku berdering, nama Kak Reihan tertera disana. Dia menelfonku tepat pukul 4 setelah Kakiku keluar dari ruanganku.

“Hallo Kak..”

“Kok lesu? Kakak udah di depan.”

                Dia menjemputku! Lagi dan lagi..

“Kok lesu banget sih, kenapa sama kerjaannya?” dia bertanya, aku bahkan malas untuk menjawabnya setelah mobil Kak Reihan keluar dari halaman kantorku.

“Iyaa. Hari ini membosankan..”

“Ohh, Kakak tahu apa yang nggak buat kamu bosan..”

                Dia tahu? Apa? Ternyata dia membeli rujak serut ditambah ice cream nangka diatasnya. Ahhh… kesukaanku. Aku tersenyum menerimanya, kami duduk di pinggir alun-alun kota, menikmati rujak serut ini, dan melihat kendaraan lalu lalang.

“Kak, Kakak nggak mau nanyain tentang Kak Jeni sama aku?” entah kenapa aku menanyakan ini, ini sepertinya karena aku penasaran kenapa dia selalu bersikap baik denganku.

Dia menggeleng, tatapannya lurus ke depan.

“Udah tiga bulan ini Kakak bersikap aneh sama aku..”

“Bersikap aneh maksud kamu?” tatapannya masih lurus didepan.

“Yaa, begini, antar jemput aku tiap hari, ngilangin bete aku, dan kadang buat aku senang. Aku aneh menerimanya Kak..”

“Anggap aja ini permintaan maaf Kakak ke kamu..”

“Permintaan maaf untuk apa?”

            Kak Reihan meletakkan cup rujak kosongnya di samping, dan dia akhirnya beralih melihatku yang ada di sampingnya.

“Aku tahu Jeni pacaran sama Delon, dan aku hanya mau dia memutuskanku. Ternyata, hingga setahun mereka jadian dia bahkan masih bersikap manis, dan anehnya dia akhirnya menolak setiap ajakanku, dan memintamu menggantikan posisinya. Aku awalnya binggung, apa yang harus kulakukan  dengan hubungan kami. Hingga akhirnya, aku sering mengajaknya, dan berujung jalan denganmu, membuatku ingin balas dendam untuk mengkhianatinya, tapi sayangnya aku tidak setega itu. Jeni memutuskanku malam itu dengan berbagai alasan, malam itu aku sama sekali tidak bisa menerimanya, dan malah meninggalkannya..”

                Aku mendengar ini rasanya seperti sebuah omong kosong. Kenapa aku bisa berujung pada akhir hubungan Kak Jeni dan Kak Reihan. Aku bahkan masih tak mau menegur Kak Jeni hingga saat ini, aku muyak dengannya, aku bahkan mengabaikan setiap panggilannya di rumah.

“Setelah seminggu Jeni berusaha menjelaskan padaku, akhirnya aku paham kenapa dia sangat berhati-hati selama ini.”

                Dia paham? Dia menerima rasa sakit itu? Rasa sakit selama setahun mengetahui pengkhianatan Kak Jeni?

“Kamu tahu apa yang membuatku menerima alasan itu?”

                Aku menggeleng pelan. Aku tak tahu.

“Delon itu adalah anak dari sahabat Almarhum Ayah kamu. Dulu mereka pernah dijodohkan, dan mereka bertemu setahun lalu, membuat Kak Jeni dengan senang menerima perjodohan itu. Dia berusaha menuruti permintaan terakhir Almarhum Ayah kamu.”

                Kakak~… aku bahkan lupa permintaan terakhir Ayah apa.

“Dia menutupinya karena dia begitu mencintaiku. Dia bahkan pelan-pelan membuatku dekat denganmu, agar aku bisa teralihkan olehmu Er..”

                Dia tidak mampu memberikan alasan yang tepat padaku hingga membuatku membencinya. Kak Jeni maafkan aku..

“Dan Er.. aku minta maaf karena selama ini diam. Dan maaf membuatmu menderita karena harus kehilangan seseorang yang kamu sukai..”

“Kak Stop! Pulang yuk..”

                Dia mengangguk, dan kami hanya diam disepanjang perjalanan pulang. Pikiranku hanya tertuju pada Kak Jeni. Aku ingin meminta maaf pada Kakak karena aku sudah membencinya. Akhirnya, kami tiba di rumah. Kak Reihan langsung pamit begitu kututup gerbang rumah. Aku langsung menuju ke kamar Kak Jeni dan menemukan Kakak tersayangku sedang duduk mengetik sambil mngenakan earphone. Kupeluk dia dari belakang, entah kenapa air mataku keluar begitu saja.

“Kakak, maafin aku. Aku sudah benci sama Kakak..” lirihku, Kakak berdiri dan kembali memelukku.

“Maafin Kakak yaa, nggak bisa menjelaskan secara langsung ke kamu, maafin Kakak egois memikirkan diri Kakak sendiri..”

                Aku menggeleng, aku lega sudah bisa meminta maaf pada Kak Jeni. Ada kelegaan tersendiri dihati ini karena Kakak adalah Kakakku yang hebat, dan kakak yang penurut.

“Sekarang giliran kamu.. kabulkan permintaan Ayah.”

                Aku melepas pelukan Kakak, aku berfikir sejenak dan berusaha mengingat. Apa permintaan terakhir Ayah? Oh iyaa…

“Kamu harus menuruti nasehat Kakak dan menerima semua keputusan Kakak..”

                Aku mengangguk. Tapi tolong jangan-

“Kamu jagain Kak Reihan ya. Dia terbaik untukmu dek..”

                Akhirnya dia mengucapkan itu, aku tidak- mau. Aku mengangguk agar Kakak senang. Bagaimana mungkin aku menjaga lelaki yang bahkan tidak aku cintai sama sekali? Kuanggap dia teman dan kami akan berteman sampai dia bisa melupakan Kak Jeni.

“Makasih sayang.. oya, besok temani Kakak belanja yaa..”

“Belanja apa?”

                Bukannya menjawab, Kak Jeni mengangkat jemari kirinya dan menunjukkan cincin perak indah yang bertengger di jari manisnya, senyum semringah Kakak sangat bahagia. Dia dilamar? Aku terkejut dan langsung memeluk Kaka kegirangan.

“Selamat Kak..” kataku antusias.

“Makasih Sayang, besok belanja. Kamu istirahat deh, besok adalah hari yang panjang.”


Final Chapter.   

                Sebulan kemudian.

Hari ini, hari bahagia Kak Jeni. Dia sudah melewati pemberkatan tadi pagi dengan wajah bahagia, dia bahkan tidak berhenti tersenyum bahagia dengan wajah cantiknya itu. Kakak memenuhi permintaan Ayah, dia menikah dengan lelaki pilihan Ayah, dan dia begitu mencintai pasangannya itu, Kakak bahkan menikah di umur 26 tahun karena itu permintaan Ayah. Apakah aku bisa memenuhi permintaan Ayah seperti yang diminta Kak Jeni? Menjaga lelaki yang bahkan tidak aku cintai sama sekali?

“Erin.. kok sendirian disini?” Kak Reihan bertanya, aku memang sedang sendiri di sudut meja makan, sembari melihat ke arah depan melihat Kak Jeni dan suaminya berdansa.

“Yaa, salad buahnya enak..”

“Dansa yuk?”

                Aku menggeleng, jangan berusaha mengganggu keendirianku Kak.. aku sedang bahagia melihat Kak Jeni dari kejauhan ini. Tiba-tiba Kak Reihan mengambil piring salad dari tanganku dan menarikku menuju ke depan. Apa sih?

“Yuk dansa…”

                Alunan lembut musik jazz ini membuat tamu undangan tertarik untuk berdansa. Beberapa pasangan maju ke depan dan berdansa bersama. Kak Reihan meraih tanganku dan menaruh telapak tanganku di bahunya, dan dia memengangi pinggangku dengan lembut, dia membawaku mengayunkan badan kiri dan kanan secara pelan, tubuh tinggi Kak Reihan membuatnya sedikit membungkuk untuk melihatku. Dia tersenyum, sedekat ini senyuman itu membuat jantungku berdebar, sesekali kualihkan pandanganku, dia berdehem, membuatku kembali melihatnya.

“Erin.. kamu menikmati dansanya?”

                Aku mengangguk, kulihat Kak Jeni di depan sana yang sedang asik memeluk suaminya sambil berdansa pelan, Kakak tersenyum begitu matanya melihatku. Dia mengangguk seperti mengisyaratkan sesuatu pada ku, aku tersenyum dan membalas anggukannya, karena deheman Kak Reihan aku kembali melihatnya.

“Erni.. dari pertanyaanku nanti, kamu pasti paham bagaimana perasaanku..”

                Eh-heh? Apa maksudnya ini? Jika ini tentang permintaan Kakak, aku akan menerimanya dan akan mengikuti permintaan Ayah. Aku bersedia.

“Ijinkan aku membuatmu bahagia.”

Tamat.

Hai-hari reader's... apa kabar hari ini?
Aku kembali bawa cerpen baru, ya.. makasih sudah setia menunggu karya-karya aku..
semoga pembaca sehat aja.. amin.

oya, kalau pembaca punya cerita yang mau aku tuliskan khusus buat kalian para pembaca, komen di kolom komentar, atau kirim ke e-mail aku yaa..

ups.. jangan copy paste!!

byebye di cerita aku berikutnya, jangan bosan nungguin yaa.. :*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Another Absurd Romance

INI UNTUKMU

Another Absurd Romance