CERITA PENDEK
DESIRE
Written by : Dianathalie Julianthy
Ini tentang sebuah permintaan hati yang
membuat cinta, kesedihan, kebimbangan, keegoisan, hingga kebahagiaan datang..
“Erin.. Kakak
minta maaf sebelumnya, Kakak punya permintaan.” Kak Jeni tertunduk lemah seraya
mengusap jemarinya.
“Iyaa Kak, apa?”
Aku tahu permasalahan Kak Jeni
saat ini, dia mencintai dua lelaki sekaligus. Dia sangat mencintai lelaki
pertamanya, namun baginya lelaki kedua yang datang dihidupnya saat ini yang
paling dia cintai.
“Kakak mohon,
kamu dekati Reihan.”
Aku mengerutkan
keningku tajam kali ini, ini permintaan yang berlebihan.
“Kakak tahu ini
salah, tapi Kakak mohon dek, kali ini saja yaa.. buat dia menyukai kamu.”
“Kak! Erin udah
cukup membuat Kak Reihan nggak curiga dengan perselingkuhan Kakak, kenapa
sekarang malah minta aku dekati Kak Reihan sih? Pokoknya nggak!” kataku menolak
permintaan konyol Kakakku kali ini.
Ini sudah keterlaluan, aku
bahkan sulit menemui Nugi karena kedekatanku dengan Kak Reihan. Ahh! Permintaan
Kak Jeni harus kutolak kali ini.
“Kakak mohon
dek, Kakak mencintai Reihan, maka dari itu Kakak nggak rela kalau Reihan sakit
hati dan malah pergi dengan perempuan lain, Kakak hanya mau jika perempuan itu
adalah kamu Er..”
Aku menggeleng tanpa mau menatap Kakak. “Kamu sayang Kakak kan?” pertanyaan ini, pertanyaan paling meluluhkan sedunia, dan pertanyaan inilah yang membuatku mengangguk.
Aku menggeleng tanpa mau menatap Kakak. “Kamu sayang Kakak kan?” pertanyaan ini, pertanyaan paling meluluhkan sedunia, dan pertanyaan inilah yang membuatku mengangguk.
“Kakak mohon...”
pinta Kak Jeni, dia mengenggam erat pergelangan tanganku.
Haruskah permohonan Kakak kali
ini kuterima, dan jika aku mendekati Kak Reihan dan lelaki itu menyukaiku,
apakah aku harus menyukai dia? Dia bahkan bukan tipeku, aku hanya menyukai
Nugi.
“Baiklah.”
“Makasih dek..”
“Sampai kapan?”
“Maksudnya?”
“Yaa, sampai kapan
aku ngedekatin Kak Reihan?”
“Sampai dia
mencintai kamu.”
Chapter 1.
Aku bahkan masih memikirkan
permintaan Kak Jeni seminggu yang lalu, aku berakhir memikirkan permintaan itu
sambil menutup wajahku dengan boneka teddy bear besar berwarna cokelat
pemberian Nugi setahun lalu. Akh! Aku bahkan malu untuk ngajak Nugi hangout
karena aku punya tugas untuk sering menghubungi Kak Reihan.
Kemarin saat Kak Delon datang ke
rumah ini untuk mengajak Kakakku jalan, Kak Jeni panik dan langsung memintaku
menghubungi Kak Reihan, agar mengajak lelaki itu jalan-jalan juga. Kata Kakak
“Kalau Kakak jalan sama Delon, kamu juga harus jalan sama Reihan ya, bagi Kakak,
kalau kamu ngajakin Reihan jalan, hati Kakak tenang..”. ‘tenang’ ya?
Alhasil aku jalan sama Kak
Reihan dengan alasan membawaku ke kafe untuk mencari inspirasi agar bisa menulis
novelku. Wah! Parah, aku tidak bisa menemukan titik keasyikan jika bersama Kak
Reihan, lelaki pendiam dengan senyuman manis itu membuatku jadi sedikit kecewa
dengan Kak Jeni, kenapa dia menduakan
lelaki manis dan dermawan seperti Kak Reihan, lelaki ini bahkan sudah mapan,
hmm.. nggak ada bedanya sih sama pacar barunya Kakak. Tapi, kesempurnaan Kak
Reihan kenapa disia-siakan oleh Kak Jeni?
Ohh…
aku tahu, kenapa Kak Jeni memintaku mendekati Kak Reihan, agar kesempurnaan
lelaki itu tetap ada dilingkar hidupnya. Dasar Kakak serakah. Aku tidak bisa
marah atau membuat Kakak kecewa, aku harus memenuhi keinginan Kakak.
Pertanyaanku adalah, kalau Kak Reihan menyukaiku, apa kami akan pacaran?
Menikah? Lalu Kak Jeni? Dia bisa datang ke rumah kami dan berbincang masa lalu?
Ahahaha! Pikiran konyol! Pergi-pergi! Syuhhh!
Ponselku
berdering, jam 9 malam. Nugi selalu menelfonku jam segini.
“Hallo.. Nugi..”
“Aku mau nanya
Er..”
“Iyaa tanya
aja?”
Dia mau nanya apa nih, kok aku
jadi penasaran plus gugup gini sih..
“Kamu udah punya
pacar ya?”
Hah! Dia..
“Nggak kok..”
“Ohh, kupikir
ada..”
Aku menggigit bibir bawahku, ada
sedikit ketakutan dihatiku.
“Kenapa Nugi?”
“Ahh ini, aku
mau ajakin kamu jalan besok, bareng Werf..”
“Oh. Bisa-bisa..
terus hubungannya nanyain aku ada pacar apa nggak apa?”
“Ohh itu.. Werf
bawa pasangan masing-masing besok..”
Dan aku jadi pasanganmu?!
Asiknyaaaa!!!!
“Aku bawa Dela,
jadi aku nanya seperti itu tadi, khawatir jika kamu hanya sendirian besok.”
Wah!
“Ohh yaa. Oke.”
Telfon kumatikan secara sepihak,
belum sempat kupikirkan umpatan yang akan keluar dari mulutku, Fanny menelfon..
“Big news! Gila! Kelamaan pedekate kamu
ditikung Er!” suara Fanny memenuhi gedang telingaku.
“I know Fan..”
“You know who is?”
“Yup, she’s
Dela.”
“Asli! Kamu
lihat dipostingan Ins-nya Nugi ya?”
“Ins? Nggak, barusan
dia telfon.. ngasih tahu itu.”
“Wahh, ngaco!
Cek Ins mu sekarang..”
Kumatikan telfon Fanny, dan
membuka Insku, aku harus menahan apapun saat melihat postingan Nugi. Terbuka
foto itu dannnnnn…. Dia dan Dela pelukan dipinggir pantai ala-ala pre-wedd
gitu? Hampir kubanting ponselku.
“Kak Jeni….!”
Teriakku memanggil Kakak sambil menuju ke kamarnya.
“Apa sih dek?” Kak
Jeni melepas headset dari telinganya.
“Nugi punya
pacar! Ini salah Kakak! Salah Kakak semuanya!”
“Dek.. Kakak
nggak ada urusan sama Nugi yang bukan siapa-siapa mu itu.”
“Kak!”
“Lagian
kaliankan nggak jelas.”
“Tapi aku punya
perasaan ke dia!”
“Dianya?”
Damn. Aku terdiam melihat sendu
foto Nugi dan Dela. Aku menutup kasar pintu kamar Kakak dan menuju ke kamarku.
Menangis saja aku tak bisa, apa mungkin ini karena tidak adanya chemistry dalam hubungan kami? Ck! Dua
tahun dekat dengannya, ditikung sama Dela yang baru lima bulan ini gabung di
Werf. Bisa apa aku sekarang, mau menyatakan cinta? Gila!
Chapter 2.
Siang tadi Fanny mengajakku
jalan-jalan, jalan-jalan disini maksudnya adalah menemaninya belanja,
masalahnya adalah dia begitu lama bertengger melihat heels yang terpajang di
almari kaca di hadapan kami sekarang, dia bergumam dan sesekali menanyakan apakah
sepatu itu pantas untuknya. Dengan desain itu.. aku mengangguk. Selesai
berkutat dengan pilihannya, dia tidak jadi membeli heels cantik itu. Kami
berdua berakhir di café coffee lantai 4 ini.
“Terus gimana
nih perasaan kamu ke Nugi?” tanyanya, aku tahu dia pasti penasaran.
“Yaa, begitu.
Mau diapa, toh kami juga sama-sama tidak memulai apapun.”
“Tapi menurutku,
semua perlakuan Nugi ke kamu itu ada maksudnya loh.."
“Nggak ada
apa-apa Fan, dia juga nggak pernah bilang suka atau nyatain apa-apa..”
“Lah, emang
cinta butuh pernyataan?”
“Nggak juga
sih.. jadi maksud kamu Nugi ada perasaan gitu ke aku?”
“I guess so..
dan bisa jadi dia macarin Dela karena ada yang berubah dari kamu.”
“Berubah dari
aku?”
Apa sih maksud perbincangan kami
ini, aku jadi berharap benar dengan perasaan Nugi padaku dari perkataan Fanny.
“Coba deh kamu
pikir, dua tahun ini dia udah setia banget sama kamu, dari awal kamu nyari
kerjaan, sampai kamu dapat kerjaan, sampai dia naik jabatan di kantornya, dua
tahun itu waktu lama Er.. dia bahkan selama dua tahun ini nggak dekatin
siapa-siapa kecuali kamu.. sadar nggak sih kamu, kalau sebenarnya dia itu
sayang sama kamu?”
“Iyaa~ sih..”
kataku ragu-ragu, kalau kuingat kata-kata Fanny ada benarnya. “Lalu? Kenapa dia
macarin Dela?”
“Ada yang berubah
dari kamu, coba inget deh, kamu bikin salah apa ke dia?”
Aku menggeleng, tak ada salah
kok aku dengannya. Kurasa dia memang menyukai Della. Atau…
“Jangan bilang
kalau.. Ini gara-gara kamu keseringan jalan sama pacarnya Kakak kamu.”
“Hmm. Masa sih
gitu? Aku sama Kak Reihan nggak ada hubungan lebih kok, Kak Jeni Cuma minta aku
gantiin posisi Kakak kalau lagi sibuk.” Gantiin posisi, ya? huh!
“Kayaknya kamu
harus klarifikasi semuanya ke Nugi deh. Sebelum Nugi benaran sayang sama Dela.
Itu cewek baru bentar aja hadir di hidup Nugi, dan itu nggak sebanding dengan
dua tahunmu sama Nugi..”
Fanny ada benarnya, aku harus
jelaskan kesalahpahaman ini ke Nugi. Kuharap nggak terlambat untuk menjelaskan
padanya.
“Iyaa, akan
kucoba. Setelah itu? Aku nyatain perasaanku gitu?”
“Yaa,
tergantung.. kalau kamu merasa harus mempertahankan perasaanmu ke dia, just do
it Er..”
Chapter 3.
Mempertahankan perasaan ya?
“Hallo Nugi..
sibuk nggak? Ngopi, yuk?” ajakku begitu Nugi mengangkat telfonku. Hening..
“Aku ada janji
sama Dela, Er.. lain kali?”
“Ini penting
Nugi..”
Hening beberapa detik. Aku ragu
dia akan menerima ajakanku kali ini, biasanya dia langsung semangat ketika
kuajak jalan, kali ini ada jeda setelah ajakanku.
“Ohh.. oke,
kujemput ya, Dela ternyata ada urusan.”
Telfon kumatikan setelah
kukatakan oke. Pukul 8 malam masih sore kok untuk ngajakin Nugi ngopi bareng.
Dia datang, dan kurasa ada sedikit rasa canggung, apa aku yang menciptakan
kecanggungan ini? Ataukah dia yang merasa canggung denganku?. Kami memesan dua
macchiato latte, dan aku harus membuka pernyataanku sekarang.
“Nugi..”
“Ya, kamu mau
ngomongin apa?”
“Hmm.. kalau
menurutku ini penting dan menurumu tidak, aku minta maaf sebelumnya
menganggumu..”
“Iyaa Er..
bilang aja..”
“Aku dan Kak
Reihan itu cuma jalan aja kok, Kakakku minta tolong nemani Kak Reihan tiap Kak
Reihan minta tolong, kamu tahukan Kak Jeni orangnya sibuk. Jadi aku sama Kak
Reihan nggak ada apa-apa..”
Ahh… gila aku.. aku begitu gugup
mengatakan ini. Tatapan Nugi tak terbaca olehku, apa itu tatapan kecewa,
terkejut, aneh, atau apa.. aku tidak bisa mengartikannya.
“Ohh.. aku pikir
kalian pacaran.”
Aku menggeleng
menjawabnya, “Lalu, untuk apa kamu ceritakan itu?” tanyannya.
Keningku
mengerut, dia tak peka atau bagaimana? Ini untuk merubah perasaanmu padaku
Nugi..
“Kalau itu untuk
mengubah perasaanku sekarang, kurasa kamu sudah terlambat..” lanjutnya.
“Nugii..”
“Semenjak kamu
sering menunda ajakanku, dan kadang aku lihat kamu dan pacar Kakakmu itu jalan
bareng, saat itu juga Dela menjadi sesuatu bagiku.. dia awalnya menganggu
sekali, tapi nyatanya yang kuinginkan darimu dia bisa berikan, yaitu waktunya,
candanya, dan perhatiannya..”
“Nugii..”
“Aku tidak
berani memulai karena kamu terlalu sempurna untuk menjadi pasanganku, aku sudah
berusaha untuk menyatakan perasaanku, nyatanya tidak pernah bisa. Dan sekarang,
Dela sudah menjadi bagian hidupku, aku mencintai dia, lebih dari perasaanku padamu..”
“Nugii..”
Air mata menutupi
pengelihatanku, dan menetes begitu saja. Nugi pergi setelah dia benar-benar
selesai mengucapkan segala yang ingin kudengar. Aku terdiam disini, kuhapus air
mataku untuk memastikan aku tak akan menangis lagi. Namun sayangnya, aku masih
mau menangis, dan seseorang terlintas dipikiranku, Kak Jeni. Ini salahnya! Aku
berdiri dengan kasar, lalu menuju ke parkiran, dan menaiki motorku. Sampai di
rumah, aku sudah mengumpulkan kemarahanku ini, dan ternyata tertahan oleh sosok
Kak Reihan di ruang tamu, dia berdiri mematung menghadap Kak Jeni yang
membelakangiku. Ekspresi wajah itu tak terbaca olehku, kenapa mereka?
“Rei..
kumohon..” suara lirih Kak Jeni terdengar, Kakak menangis?
“Haruskah kamu
menyakiti aku begini? Apa kurangku?” Kak Reihan memegangi bahu Kakakku.
Kak Jeni
menggeleng, “Maafkan aku Rei..”
Kak Reihan melepas tangannya
dari bahu Kak Jeni, dia melihatku sinis dari sana. Mata sembab ini berusaha
membalas tatapannya. Kak Reihan melangkah mendekatiku.
“Kamu juga
sama?” dia bertanya, kemudian berlalu begitu saja.
Entah kenapa dadaku terasa sesak
sekali mendengar perkataan itu mengoyakkan hati, aku tidak seperti Kak Jeni!
“Dek..” panggil Kak
Jeni, entah kenapa panggilan itu membuatku marah. Kuabaikan, dan aku memilih
untuk melewati Kak Jeni begitu saja.
Chapter 4.
Seharian ini membosankan,
kerjaanku hari ini hanya memfotocopy dokumen-dokumen bahan rapat hari ini, dan
mengarsipkannya. Atasan di kantorku hari ini sedang tak baik, buktinya pegawai
sekantor tak ditegurnya hingga pulang kerja. Ponselku berdering, nama Kak
Reihan tertera disana. Dia menelfonku tepat pukul 4 setelah Kakiku keluar dari
ruanganku.
“Hallo Kak..”
“Kok lesu? Kakak
udah di depan.”
Dia menjemputku! Lagi dan lagi..
“Kok lesu banget
sih, kenapa sama kerjaannya?” dia bertanya, aku bahkan malas untuk menjawabnya
setelah mobil Kak Reihan keluar dari halaman kantorku.
“Iyaa. Hari ini
membosankan..”
“Ohh, Kakak tahu
apa yang nggak buat kamu bosan..”
Dia tahu? Apa? Ternyata dia
membeli rujak serut ditambah ice cream nangka diatasnya. Ahhh… kesukaanku. Aku
tersenyum menerimanya, kami duduk di pinggir alun-alun kota, menikmati rujak
serut ini, dan melihat kendaraan lalu lalang.
“Kak, Kakak
nggak mau nanyain tentang Kak Jeni sama aku?” entah kenapa aku menanyakan ini,
ini sepertinya karena aku penasaran kenapa dia selalu bersikap baik denganku.
Dia menggeleng,
tatapannya lurus ke depan.
“Udah tiga bulan
ini Kakak bersikap aneh sama aku..”
“Bersikap aneh
maksud kamu?” tatapannya masih lurus didepan.
“Yaa, begini,
antar jemput aku tiap hari, ngilangin bete aku, dan kadang buat aku senang. Aku
aneh menerimanya Kak..”
“Anggap aja ini
permintaan maaf Kakak ke kamu..”
“Permintaan maaf
untuk apa?”
Kak Reihan
meletakkan cup rujak kosongnya di samping, dan dia akhirnya beralih melihatku
yang ada di sampingnya.
“Aku tahu Jeni
pacaran sama Delon, dan aku hanya mau dia memutuskanku. Ternyata, hingga
setahun mereka jadian dia bahkan masih bersikap manis, dan anehnya dia akhirnya
menolak setiap ajakanku, dan memintamu menggantikan posisinya. Aku awalnya
binggung, apa yang harus kulakukan
dengan hubungan kami. Hingga akhirnya, aku sering mengajaknya, dan
berujung jalan denganmu, membuatku ingin balas dendam untuk mengkhianatinya,
tapi sayangnya aku tidak setega itu. Jeni memutuskanku malam itu dengan
berbagai alasan, malam itu aku sama sekali tidak bisa menerimanya, dan malah
meninggalkannya..”
Aku mendengar ini rasanya
seperti sebuah omong kosong. Kenapa aku bisa berujung pada akhir hubungan Kak
Jeni dan Kak Reihan. Aku bahkan masih tak mau menegur Kak Jeni hingga saat ini,
aku muyak dengannya, aku bahkan mengabaikan setiap panggilannya di rumah.
“Setelah
seminggu Jeni berusaha menjelaskan padaku, akhirnya aku paham kenapa dia sangat
berhati-hati selama ini.”
Dia paham? Dia menerima rasa
sakit itu? Rasa sakit selama setahun mengetahui pengkhianatan Kak Jeni?
“Kamu tahu apa
yang membuatku menerima alasan itu?”
Aku menggeleng pelan. Aku tak
tahu.
“Delon itu
adalah anak dari sahabat Almarhum Ayah kamu. Dulu mereka pernah dijodohkan, dan
mereka bertemu setahun lalu, membuat Kak Jeni dengan senang menerima perjodohan
itu. Dia berusaha menuruti permintaan terakhir Almarhum Ayah kamu.”
Kakak~… aku bahkan lupa
permintaan terakhir Ayah apa.
“Dia menutupinya
karena dia begitu mencintaiku. Dia bahkan pelan-pelan membuatku dekat denganmu,
agar aku bisa teralihkan olehmu Er..”
Dia tidak mampu memberikan alasan
yang tepat padaku hingga membuatku membencinya. Kak Jeni maafkan aku..
“Dan Er.. aku
minta maaf karena selama ini diam. Dan maaf membuatmu menderita karena harus
kehilangan seseorang yang kamu sukai..”
“Kak Stop!
Pulang yuk..”
Dia mengangguk, dan kami hanya
diam disepanjang perjalanan pulang. Pikiranku hanya tertuju pada Kak Jeni. Aku
ingin meminta maaf pada Kakak karena aku sudah membencinya. Akhirnya, kami tiba
di rumah. Kak Reihan langsung pamit begitu kututup gerbang rumah. Aku langsung
menuju ke kamar Kak Jeni dan menemukan Kakak tersayangku sedang duduk mengetik
sambil mngenakan earphone. Kupeluk dia dari belakang, entah kenapa air mataku
keluar begitu saja.
“Kakak, maafin
aku. Aku sudah benci sama Kakak..” lirihku, Kakak berdiri dan kembali memelukku.
“Maafin Kakak
yaa, nggak bisa menjelaskan secara langsung ke kamu, maafin Kakak egois
memikirkan diri Kakak sendiri..”
Aku menggeleng, aku lega sudah
bisa meminta maaf pada Kak Jeni. Ada kelegaan tersendiri dihati ini karena Kakak
adalah Kakakku yang hebat, dan kakak yang penurut.
“Sekarang
giliran kamu.. kabulkan permintaan Ayah.”
Aku melepas pelukan Kakak, aku
berfikir sejenak dan berusaha mengingat. Apa permintaan terakhir Ayah? Oh iyaa…
“Kamu harus
menuruti nasehat Kakak dan menerima semua keputusan Kakak..”
Aku mengangguk. Tapi tolong
jangan-
“Kamu jagain Kak
Reihan ya. Dia terbaik untukmu dek..”
Akhirnya dia mengucapkan itu,
aku tidak- mau. Aku mengangguk agar Kakak senang. Bagaimana mungkin aku menjaga
lelaki yang bahkan tidak aku cintai sama sekali? Kuanggap dia teman dan kami
akan berteman sampai dia bisa melupakan Kak Jeni.
“Makasih
sayang.. oya, besok temani Kakak belanja yaa..”
“Belanja apa?”
Bukannya menjawab, Kak Jeni
mengangkat jemari kirinya dan menunjukkan cincin perak indah yang bertengger di
jari manisnya, senyum semringah Kakak sangat bahagia. Dia dilamar? Aku terkejut
dan langsung memeluk Kaka kegirangan.
“Selamat Kak..”
kataku antusias.
“Makasih Sayang,
besok belanja. Kamu istirahat deh, besok adalah hari yang panjang.”
Final Chapter.
Sebulan kemudian.
Hari
ini, hari bahagia Kak Jeni. Dia sudah melewati pemberkatan tadi pagi dengan
wajah bahagia, dia bahkan tidak berhenti tersenyum bahagia dengan wajah
cantiknya itu. Kakak memenuhi permintaan Ayah, dia menikah dengan lelaki
pilihan Ayah, dan dia begitu mencintai pasangannya itu, Kakak bahkan menikah di
umur 26 tahun karena itu permintaan Ayah. Apakah aku bisa memenuhi permintaan
Ayah seperti yang diminta Kak Jeni? Menjaga lelaki yang bahkan tidak aku cintai
sama sekali?
“Erin.. kok
sendirian disini?” Kak Reihan bertanya, aku memang sedang sendiri di sudut meja
makan, sembari melihat ke arah depan melihat Kak Jeni dan suaminya berdansa.
“Yaa, salad
buahnya enak..”
“Dansa yuk?”
Aku menggeleng, jangan berusaha
mengganggu keendirianku Kak.. aku sedang bahagia melihat Kak Jeni dari kejauhan
ini. Tiba-tiba Kak Reihan mengambil piring salad dari tanganku dan menarikku
menuju ke depan. Apa sih?
“Yuk dansa…”
Alunan lembut musik jazz ini
membuat tamu undangan tertarik untuk berdansa. Beberapa pasangan maju ke depan
dan berdansa bersama. Kak Reihan meraih tanganku dan menaruh telapak tanganku
di bahunya, dan dia memengangi pinggangku dengan lembut, dia membawaku
mengayunkan badan kiri dan kanan secara pelan, tubuh tinggi Kak Reihan membuatnya
sedikit membungkuk untuk melihatku. Dia tersenyum, sedekat ini senyuman itu
membuat jantungku berdebar, sesekali kualihkan pandanganku, dia berdehem,
membuatku kembali melihatnya.
“Erin.. kamu menikmati
dansanya?”
Aku mengangguk, kulihat Kak Jeni
di depan sana yang sedang asik memeluk suaminya sambil berdansa pelan, Kakak
tersenyum begitu matanya melihatku. Dia mengangguk seperti mengisyaratkan
sesuatu pada ku, aku tersenyum dan membalas anggukannya, karena deheman Kak
Reihan aku kembali melihatnya.
“Erni.. dari
pertanyaanku nanti, kamu pasti paham bagaimana perasaanku..”
Eh-heh? Apa maksudnya ini? Jika
ini tentang permintaan Kakak, aku akan menerimanya dan akan mengikuti
permintaan Ayah. Aku bersedia.
“Ijinkan aku
membuatmu bahagia.”
Tamat.
Hai-hari reader's... apa kabar hari ini?
Aku kembali bawa cerpen baru, ya.. makasih sudah setia menunggu karya-karya aku..
semoga pembaca sehat aja.. amin.
oya, kalau pembaca punya cerita yang mau aku tuliskan khusus buat kalian para pembaca, komen di kolom komentar, atau kirim ke e-mail aku yaa..
ups.. jangan copy paste!!
byebye di cerita aku berikutnya, jangan bosan nungguin yaa.. :*
Komentar
Posting Komentar