I KNOW.
I KNOW
Written By : Julianthy Diana Natalia
Brokeup Message.
Malam bermendung, angin selepas hujan menembus kulit. Merasakan kedinginan luar biasa. Membuat segelintir bulu halus dipergelangan tangan terangkat dengan lembut. Dingin malam itu sangat terasa, mampu mebekukan sebuah hati yang terluka. Yaa.. mungkin saja. Jika Dinea merasakan perasaan aneh setelah mendapat pesan singkat via whatsapp diponselnya mengenai hubungannya dan Benny. Pacarnya selama sepuluh bulan terakhir.
Sayangnya, hubungan mereka harus berakhir begitu saja. Karena sebuah pesan singkat. Benny, sang pacar mengiriminya pesan singkat melalui whatsapp tentang “Kita putus”. Dinea yang sedari tadi sedang asyik menikmati ice cream ditengah dinginnya suasana kamarnya, tiba-tiba tak berselera.
Pesan itu membuatnya kalut, dan ia berusaha menenangkan pikirannya dan hatinya untuk tidak syok dengan pesan singkat itu.
“Kamu udah bosan sama aku Ben?” balas Dinea, merespon pesan yang menurutnya tak masuk akal itu.
“Kitakan sama-sama sibuk, juga jarang ketemuan, jadi gimana kalau kita temanan aja dulu” balasan Benny tertera di ruang obrolan. Diena mencerna baik-baik setiap kata dari pesan Benny.
“Kamu bosan sama aku Ben?”
“Kamu minta break apa putus?”
“Kamu nyerah sama hubungan kita?”
“Kalau aku salah dan jarang ngehubungi kamu. Aku minta maaf Benn..”
Pesan Dinea belum dibaca oleh Benny. Dinea sembari berfikir dan mulai memutar ulang ingatannya tentang dia dan Benny. Tentang bagaimana ia memerlakukan Benny. Bagaimana ia bisa tak terfikirkan Benny akan meminta putus darinya. Dinea mengangguki pikirannya dan ingatannya. Ia kembali menyentuh lembut layar ponselnya lalu mengatakan apa yang ia rasakan.
“Aku sadar aku belum bisa jadi cewek yang kamu mau. Aku memang nggak pernah nanya kamu mau cewek yang gimana. Aku cuma mau kamu ngoreksi aku aja, tapi kamu enggak pernah ngoreksi aku. Jadi, aku pikir kamu suka aku yang begini.”
Dinea mengirimkan pesannya penuh rasa bersalah. Ia berharap Benny berubah keputusan dengan ajakannya.
Benny masih belum membaca pesan dari Dinea. Benny bosan dengan hubungan mereka yang begini-begini saja, Dinea berfikir singkat seperti itu.
“Maaf ya Benn.. aku tahu kamu pasti capek pacaran sama cewek sepertiku.” Dinea berhenti mengetik. Karena Benny sedang mengetik pesannya.
“Bukan bosan.”
“Aku enggak mau yang begitu.”
Dinea sedang menulis pesan selanjutnya, berusaha mempertanyakan kenapa ia meminta berteman. Muncul pesan kembali dari Benny setelah Dinea selesai mengetik pesannya. Dinea membacanya.
“Yah kita cari yang baik buat kita masing-masing.”
Diena menggeleng dengan apa yang dia baca, dugaannya benar. Benny bosan dengannya. Namun, dia tetap mengirimkan pesan yang ia ketik. Benny mengetik pesannya.
“Santai aja aku juga ngerti kok.”
“Aku juga nggak pernah minta-minta lebih sama kamu Din..”
Dinea tak mengerti dengan pesan Benny, dia membuat dirinya berusaha mengerti dengan pesan Benny.
“Iya sudah. Aku nggak bisa paksa kamu buat tahan sama aku. Kalau kamu ngerasa aku bukan yang terbaik buat kamu. Itu keputusan yang benar.” Dinea mengirimkan pesannya penuh harap untuk kedua kalinya pada Benny.
Benny membalas.
“Iya nggak papa din, sebenarnya aku tahu kamu nggak ada perasaan lebih sama aku, hanya sebatas suka aja.”
Dinea menelan salivanya, dia tidak merasa seperti apa yang dikatakan Benny.
“Aku sudah serius sama hubungan kita. Maaf aku lamban.”
Dinea menyadari dirinya hanya akan menahan Benny begitu saja, Benny mungkin memiliki seseorang disana.
Dengan berat hati, Dinea mengetik pesannya. Ini untuk Benny, dia tahu Benny akan tersiksa jika ia menahannya.
“Kita putus aja.”
Semenit berlalu, Benny belum membuka pesan itu.
“Kamu bisa jadi diri kamu sendiri. Dan cari yang baik buat kamu.
“Maaf ya Benn, maaf buat kamu tersiksa.”
Kata-kata paling anti yang ditulis oleh Dinea adalah tentang perpisahan. Dia mungkin harus memberikan Benny kesempatan. Sepuluh bulan ini mungkin adalah penjara baginya.
Akhirnya Benny membaca pesannya, Benny mengetik balasan untuk Diena. Bagi Dinea ini menjadi obrolan terakhir mereka.
“Iya udah nggak papa Dinn..”
“Putus dengan baik-baik yah”
“Santai aja Dinn..”
Dinea menarik nafas lega dengan berat dan menahan jarinya yang gemetaran karena keputusannya.
“Done Benn.”
Balasan terakhir Dinea untuk Benny. Dinea menutup layar ponselnya dan merikuk dikasurnya dan menutup wajahnya dengan bantal seerat-eratnya.
“Ini keputusan tepat. Dia bebas, bebas sebebas-bebasnya.” Gumam Dinea dibalik bantalnya dengan suatra gemetar, tubuhnya seperti terguncang hebat. Pikirannya kacau, dan dia mengutuk dirinya dalam diam.
When Her See.
Pagi tiba. Menampakkan matahari bersinar penuh semangat. Tidak untuk Dinea pagi ini. Mata sembabnya memicing hebat, dia tak bersemangat pagi ini. Sangat-sangat tidak bersemangat. Namun dia harus turun kekampus, tugas menuntutnya untuk turun hari ini.
Sekelas dengan pacar adalah hal yang hebat, tidak untuk pagi ini. Sekelas dengan mantan pacar luar biasa menakutkan. Dinea mengambil tempat duduk dibelakang untuk pagi ini, tidak disebelah Benny seperti biasanya.
“Ini resiko yang paling kubenci kalau udah putus sama teman sekelas. Sial banget.”
Dinea menelan rasa malunya dikelas.
Benny sama sekali tidak menghiraukan kehadiran Dinea. Dinea yang memerhatikan dari belakang geram melihatnya. Sampai kelas selesai, dan kelas bubar, dan Dinea keluar lebih dulu daripada yang lainnya. Dia tidak ingin menampakkan tampangnya pada Benny untuk hari ini.
Sayangnya, waktu berkata lain. Mereka dipertemukan diparkiran. Dinea berusaha tidak melihatnya. Benny hanya melihatnya dengar datar.
“Aha! Muka habis putusan.” kata Dinea dibalik maskernya. Tentunya tidak dapat didengar oleh Benny. Jarak mereka cukup dekat hanya dibatasi satu motor.
Benny mengeluarkaan motornya dari parkiran. Lalu melihat kembali pada Dinea. Dia senyum miring dibibirnya membuat Dinea memicingkan mata dengan tajam.
“Itu mata kenapa? Kelilipan bawang merah?” umpat Benny dengan suara nyaring.
“Idih tu anak sombong amat. Gila!” umpat Dinea dibalik maskernya tanpa terdengar Benny.
Benny terdiam karena tak mendapat respon dari Dinea. Dinea kembali fokus mengeluarkan motornya dari parkiran. Tanpa melihat kebelakang, kaca sepion mortor membantunya untuk melihat Benny. Dasar Dinea.
“Bodoh namanya kalo ada manusia kelilipan bawang.” Dinea tertawa dibalik maskernya, lelucon ejekan Benny membuatnya tertawa. “Gila! Kenapa aku ketawa sih? Ihhh…” umpatnya pada dirinya sendiri.
Dinea menuju laboratorium seorang diri. Dia selalu sendirian disana hanya untuk menghabiskan waktunya sendiri dengan laptop dan musik diponselnya. Kesendiriannya itu benar-benar menyenangkan baginya. Walau tidak untuk hari ini, kesendiriannya kali ini benar-benar sendiri. Setelah sejam dengan kebosanannya yang tidak biasanya ini, membuat dia memutuskan untuk pulang dan memilih untuk menikmati kasur empuknya dikamar.
Dengan santainya Dinea mengenakan headset ditelinganya, dan mulai menyetel musik kesukaannya. Matanya tertuju pada satu titik yang membuatnya terhenti dari langkahnya, dia melepaskan headsetnya kembali melihat dengan pasti apa yang ada dikejauhan sana.
Benny tengan mengelus lembuh kepala seorang gadis berambut ikal hitam pendek sebahu, dengan senyuman yang belum pernah Dinea lihat sebelumnya dari sosok Benny. Dari jarak yang lumayan jauh itu membuat Dinea dengan tajamnya melihat lekuk bibir Benny yang masih tersenyum.
“Itukah dia? “Baik” yang kamu maksudkan? Dia cantik, ramah dan sepadan denganmu. Diakah alasan pertemanan kita Benn?” Dinea mengingat obrolan chatnya semalam. Di mengangguk-angguk menilai gadis setinggi bahu Benny yang sedang tersipu malu.
When Her Remember.
-POV Dinea-
Menerimamu merupakan keputusan terberat dihidupku. Karena kmau adalah temanku. Yang kenyamananku ada dalam pertemanan kita. Tepat januari tanggal 22 dihari minggu, kamu memintaku menjadi pacarmu. Itu untuk kesekian kalinya, berkali-kali kamu menyakinkan aku. Aku mulai meyakinkan diriku sendiri, dan aku akan menerima setiap resiko dikemudian hari. Aku menerima kamu menjadi pacarku. Untuk beberapa bulan kedepan, beberapa tahun kedepan hingga kita benar dan yakin akan sebuah pernikahan.
Aku tahu bukan hal yang mudah dengan bergantinya status pertemanan kita menjadi pacaran. Aku memerlakukan kamu sebagai teman, agar kenyamanan ini tetap pada tempatnya. Bagiku, jika aku memerlakukanmu lebih dan special aku akan menuntut banyak darimu. Keegoisan itu akan ada, keegoisan dimana kamu harus menjadi pacarku seutuhnya, aku tak mau mengikatmu karena hubungan yang terlalu serius. Aku membuat hubungan ini berjalan menurut jalanku.
Kamu memberikan perhatian terbaikmu padaku, memberikan senyum terbaikmu untukku, memberikan waktu terbaikmu untukku, memberikan pengertian terbaikmu untukku. Aku menghargai itu dan aku sangat nyaman dengan semuanya. Aku malah tidak ingin kamu berubah dengan sikapmu yang sangat menyayangi aku seperti itu.
Aku tidak sepenuhnya menyerahkan perasaanku padamu, aku takutkan suatu hari jika perasaan ini dalam mungkinsaja aku bisa menyakitimu. Aku menyukaimu apa adanya, aku menyayangimu apa adanya. Aku ingin kita bertahan dalam hubungan ini dengan baik tanpa kendala.
Sayangnya, aku egois. Menginginkan kamu seperti apa yang aku mau, tak pernah sedikitpun aku berfikir bagaimana aku menjadi yang kamu mau. Aku hanya ingin kita berjalan sesuai dengan jalanku, aku mengatur skenario ini agar kita memiliki kisah happy ending.
Kamu tepat membuat perpisahan ditengah perjalanan hubungan kita, kamu pasti sangat tertekan dengan mengikuti skenarioku. Kamu enggan menjadi pemeran utamanya yang harusnya memiliki akhir yang bahagia. Aku sebagai pembuat skenario ini, merasa bersalah tidak pernah memahami pemeran utama pada skenario yang indah ini.
Jika kuingat kembali, keraguan menghalangimu. Keraguan juga datang padaku. Kamu menyerah dengan hubungan ini, aku akan menyerah juga.
So, I Stop to Think.
“Benny Hei Benn!!!” panggil Dinea, tentunya tidak secara langsung. Dia masih tidak bisa melihat ataupun menatap Benny. Dia hanya memanggil dengan batinnya.
Dinea melihat Benny tengah duduk bersama gadis yang dilihatnya tempo hari. Dinea sedang berjalan melewati mereka pada jarah yang lumayan jauh. Mata Benny mendapatkannya.
“Dinn.. Dinea!” Panggil Benny.
Dinea mengumpat dalam hati. Tidak suka momen begini, dipanggil seperti maling.
Dinea menoleh kearah suara Benny, Benny melambai tangan dan mengisyaratkan untuk mendatanginya. Kenapa harus aku datangi sih? Oh my wow banget deh Benny! Norak!. Dinea mengumpat keras dalam hatinya. Mau tak mau Dinea mendatangi panggilan maut itu.
“Ada apa Benn?”
“Kamu ada kuliah?”
“Enggak ada, kenapa?"
Benny tiba-tiba berdiri dan menarik lengan gadis yang duduk sejajar dengannya untuk berdiri bersama. Dan mengangkat pergelangan gadis itu untuk bersalaman. Diena mengerutkan keningnya dengan tajam.
“Gina, kak.” katanya pada Dinea.
“Dinea.” balas Diena datar.
Benny senyum kembali seperti seperi senyumannya waktu itu, senyuman yang belum pernah dilihat Dinea.
“Dia pacar aku Dinn, kamu harus tahu.”
Dinea benar-benar terkejut, dia menahan kakinya yang lemas dan tangannya yang gemetaran seperti malam itu. Nafasnya tersengal dan jantungnya memompa tak karuan. Dinea tersenyum terpaksa dan perlahan mundur. Lalu membalik badannya melangkah kedepan dan menjauh dari keduanya. Perasaan bodoh yang egois kembali meliputinya, dia bodoh karena terlihat tidak serius dengan hubungannya dan Benny, dia egois karena tidak suka Benny meminta perpisahan darinya karena wanita lain.
Sudahlah aku begini karena merasa bersalah tidak sempat menjadi apa yang dia mau. Jadi, berhentilah memikirkannya. Pikir Dinea berusaha menenangkan pikirannya sendiri. Dia harus berhenti memikirkan ketidak sempatannya memiliki akhir bahagia dengan Benny.
Disisi lain dalam diri Benny, dia bahagia dan merasa baik dengan keputusannya. Dia tidak bisa bebohong dengan dirinya sendiri terutama pada Dinea. Dia memilih Gina karena dia menganggap gadis itu dapat menjadi seperti yang ia impikan. Dan dia berfikir bahwa Dinea juga harus bahagia dan mencari pria yang dapat menjadi impiannya juga. Perpisahan adalah hal yang paling indah bagi Benny, karena baginya perpisahan dapat membuat kehidupan yang lebih baik.
-The End-
^^
Heii heii Readers.. I'm back with my story again.
And this story about me actually..
So, I hope readers carefully read. No offense intent in any form.
Do not forget leave a comment, and see with me again in another story.

Komentar
Posting Komentar